Kamis, 24 Desember 2015

Willem Iskander



BAB III

WILLEM ISKANDER DALAM PENDIDIKAN DAN PERJUANGAN

3.1. Masa Kecil Sampai Remaja
Menurut Acte van Bekendheid bertarikh 28 Februari 1874, Willem Iskander lahir di Pidoli Lombang pada bulan. Maret 1840. Ayahnya, Raja Tinating, Raja Pidoli Lombang, dan ibunya Si Anggur Boru Lubis. Acte van Bekendheid ini dibuat sebagai pengganti Akte Kelahiran oleh Arnoldus Johannes Pluggers, Kontrolir Kelas 2 Penguasa Sipil finder Afdeeling Groot Mandailing en Batang Natal. Dua orang saksi menyatakan mengenal Willem Iskander dan keluarganya secara pribadi. Kedua saksi itu adalah Johannes  Hendrik Kloesman, Pakhuismeester, Opsinar Kelas 1 Kepala Gudang Kopi Mandailing di Tanobato, dan Philippus Brandon, Opsinar Kelas 1 bidang pertanian dan perkebunan di Muarasoma. Residen Tapanuli, H.D. Canne melegalisasi akte itu. Kemudian Sekjen Departement van Kolonien, Henny, membubuhi tanda tangannya pada akte itu di Den Haag pada tanggal 22 September 1874, sebagai bukti telah membaca legalisasi yang dibuat oleh Residen Canne itu.1 (Lampiran 1). 


 Menurut tarombo silsilah raja-raja Mandailing, Willem Iskander termasuk generasi XI marga Nasution. Dia adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Ketiga abangnya masing-masing Sutan Kumala, Sutan Soripada dan Sutan Kasah. Walaupun selisih umur Willem Iskander jauh dengan tokoh legendaris Sutan Kumala Yang Dipertuan Hutasiantar, mereka berada dalam satu garis generasi. Artinya, Sutan Kumala Yang Dipertuan Hutasiantar, yang biasa dipanggil Yang Dipertuan, adalah termasuk jajaran abang bagi Willem Iskander. Willem Iskander dibesarkan di dalam bimbingan dua tokoh karismatik. Pertama, abangnya Raja Pidoli Lombang, Sutan. Kumala, yang mendidik dan membina Willem Iskander dalam suasana disiplin yang ketat. Kedua, Sutan Kumala Yang Dipertuan Hutasiantar, yang dijuluki Belanda primaat mendidik dan membina Willem Iskander dalam suasana akrab bagaikan hubungan guru dan muridnya atau antara ayah dan anaknya. Pada saat kelahiran Willem Iskander, sedang terjadi proses perubahan yang drastis dalam kehidupan sosial budaya Mandailing: Perubahan itu dengan sendirinya berdampak pada terjadinya perubahan nilai-nilai tradisional. Penyebab perubahan itu terutama dua hal, yaitu:

1. Masuknya agama Islam yang beraliran radikal dari Sumatera Barat pada masa Perang Paderi.
2. Masuknya kekuasaan kolonial Belanda pada masa pasca Perang Paderi.
Perubahan-perubahan drastis itu meliputi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Mandailing, antara lain a. Perubahan kedudukan dan peranan masyarakat bangsawan tradisional menjadi bangsawan feodal kesukuan.
b. Masyarakat yang ekstrim agraris bergeser menuju masyarakat pasar, disebabkan semakin lancarnya arus lalu lintas balk menuju Sumatera Barat maupun ke Pantai Barat.
c. Masyarakat yang sebelumnya merasa memiliki kerajaan mandiri, berubah menjadi masyarakat dalam manajemen kolonial Belanda.
d. Masyarakat yang masih banyak dipengaruhi kepercayaan animisme berubah menjadi masyarakat yang beragama Islam, yang pada mulanya bersikap toleran, kemudian menjadi radikal setelah datang aliran Islam yang lebih radikal.
e. Masyarakat yang sebelumnya buta huruf mulai melek huruf.
f. Masyarakat yang sebelumnya bersifat statis kemudian menjadi dinamis dan berpikir kritis. Pada masa transisi itulah Willem Iskander dilahirkan dan tumbuh menjadi remaja muda. Dia menyaksikan keadaan itu, bahkan dia sendiri adalah produk dari situasi transisi itu. Willem Iskander kecil yang cerdas itu memperhatikan keadaan masyarakat yang berubah drastis itu. Begitulah alam pikiran dan spiritualitas Willem Iskander dibentuk dalam lingkungan yang kondu.sif bagi perkembangan daya nalar dan naluri yang kuat. Masyarakat Mandailing menggambarkan kecerdasan dan kejelian Willem Iskander pada waktu kecil dalam suatu cerita anekdot. Konon Willem Iskander kecil mampu menebak jumlah lembaran daun pada pelepah kelapa yang jatuh dari pohonnya. Terbukti setelah pelepah itu jatuh ke tanah, tebakan Willem Iskander sering tidak meleset.
1 .3.2. Pendidikan dalam keluarga.
Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Orangtua, terutama ibu, menjadi guru pertama dan utama bagi anak. Lingkungan keluarga batih sekaligus menjadi lingkungan sekolah pertama dan anggota keluarga batih menjadi guru-guru pertama. Demikian lingkungan anak semakin luas sesuai dengan perkembangannya.
Salah satu yang menarik dalam pendidikan anak-anak Mandailing di dalam keluarga dan masyarakat, ialah pengajaran tentang istilah sapaan kekerabatan (kinship terminology) dan pendidikan etika yang dikandung tiap istilah sapaan itu. Di dalam bahasa Mandailing, istilah sapaan itu disebut partuturon. Inilah pendidikan budi pekerti yang paling awal diajarkan kepada anak-anak Mandailing. Willem Iskander sendiri menjalani pendidikan seperti itu. Frekuensi dan kualitasnya pendidikan budipekerti yang diperolehnya di atas rata-rata yang diterima oleh kebanyakan orang di dalam masyarakatnya. Hal itu terjadi, karena keluarganya sendiri dan kerabat lainnya dalam lingkungan keluarga besar Yang Dipertuan Hutasiantar, adalah kelompok masyarakat yang menjadi panutan. Sudah barang tentu, Willem Iskander memiliki peluang yang lebih besar untuk memperoleh pendidikan yang baik di dalam keluarga dibandingkan dengan anak-anak sebayanya. Raja Tinating, wafat ketika Willem Iskander masih kecil. Oleh karena itu, abangnya yang tertua, Sutan Kumala, raja Pidoli. Lombang, menjadi mentor Willem Iskander. Berbeda dengan dua orang abangnya yang lain Sutan Soripada dan Sutan Kasah, sikap dan perilaku abang tertuanya Sutan Kumala jauh lebih tegas, berwibawa dan memegang teguh disiplin dan tatakrama adat istiadat. Sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, Willem Iskander sangat disayangi oleh keluarganya. Agaknya dia menjadi harapan masa depan bagi keluarga. Walaupun masih dalam usia remaja, dia sudah memperoleh gelar yaitu Sati gelar Sutan Iskandar. Belum diperoleh data yang pasti kapan orangtuanya meninggal. Sehingga tidak dapat dijelaskan dengan pasti sampai usia berapa Willem Iskander berada dalam bimbingan ayahnya Raja Tinating dan ibunya Si Anggur Boru Lubis. Tetapi dapat diperkirakan dan analisis berbagai dokumen yang ditemukan, bahwa yang paling dominan mendidik Willem Iskander adalah abangnya yang tertua, Sutan Kumala. Nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai luhur tradisional tentang kearifan, kejujuran, respek kepada orang lain, suka belajar dan mencintai lingkungan, adalah inti pendidikan yang diperolehnya di dalam keluarga. Salah satu bagian pendidikan budipekerti yang diperolehnya, ialah pemahaman dan pengamalan Poda Na Lima (Petuah Yang Lima) tentang kesucian dan kebersihan rohani dan jasmani. Butir-butir Poda Na Lima adalah: 1) Paias rohamu (Bersihkan hatimu), 2) Paias pamatangmu (Bersihkan dirimu), 3) Paias parabitonmu (Bersihkan pakaianmu), 4) Paias bagasmu (Bersihkan rumahmu), dan 5) Paias pakaranganmu (Bersihkan pekaranganmu). Poda Na Lima sarat dengan muatan ajaran agama Islami, yang secara eksplisit disebutkan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa Kebersihan itu sebagian dari iman. Selain itu, banyak sekali istilah kekerabatan yang dipakai sebagai istilah sapaan baik dalam kaitannya dengan hubungan kekerabatan maupun yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari dalam masyarakat Mandailing. Istilah-istilah yang merupakan kata-kata kunci etika itu, disosialisasikan kepada anak-anak Mandailing agar mereka berbudipekerti luhur. Setiap istilah mengandung etika tertentu dalam bertutur kata dan berperilaku. Itu lab sebabnya, orang Mandailing senantiasa martarombo pada perkenalan pertama dengan orang yang disapanya. Martarombo artinya menyiasati hubungan kekerabatan, sehingga orang-orang yang baru berkenalan mengetahui tutur mereka secara timbal balik. Hal ini sangat penting dilakukan, agar tidak timbul kecanggungan, perasaan menyesal dan malu. Kebiasaan martarombo yang paling umum dilakukan pada pertemuan pertama adalah saling menanyakan marga masing-masing. Dengan mengetahui marga setiap orang akan mengetahui tutur mereka masing-masing secara timbal balik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar